Menjawab Kekeliruan Ustad Dr. Firanda terhadap Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah Asy’ariyah

Kami mendengar youtube penjelasan Ustad Dr. Firanda (selanjutnya kami ringkas dengan UF) tentang Kajian Al Quran adalah Kalam Allah. Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah Asy’ariyah meyakini bahwa Al Quran adalah Kalam Allah dan bukan makhluk.
Jika UF yang beraqidah Tauhid dibagi 3 menjelaskan Kalam Allah menurut ajaran Tauhid dibagi 3 saja, kami tidak peduli, karena itu adalah keyakinannya. Namun kemudian karena UF menyerang Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah Asy’ariyah tentang Kalam Allah, maka kami merasa berkewajiban untuk menjawabnya, karena kami kasihan terhadap UF dan juga orang yang terpengaruh pemahaman keliru UF ini tentang Aqidah Ahlusunnah wal Jamaah Asy’ariyah.


Penjelasan UF tentang Kalam Allah dalam ajaran Ahlussunnah wal Jamaah Asy’ariyah sebenarnya menunjukkan UF tidak memahami sepenuhnya tentang Ahlussunnah wal Jamaah Asy’ariyah sehingga UF keliru memahaminya. Namun dalam keadaan keliru faham itu UF mencoba menjelaskannya dengan menyerang Aqidah Asya’riyah. Ini justru membuka faham Mujassimah ajaran Tauhid dibagi 3 yang dianutnya. Semoga jawaban ini menjadi hujjah kami bahwa kami sudah membela guru-guru kami di hadapan Allah kelak, dengan apa yang kami mampu. Semoga Allah menjaga niat kami dan membantu kami menjelaskan dan menjawab kekeliruan UF. Kami membaginya dalam beberapa point.

A. Pembagian golongan dalam pembahasan Al Quran adalah Kalam Allah adalah tidak sesuai sejarah. Ini adalah ciri fahaman Tauhid dibagi 3 yang ingin memutar balikan sejarah perkembangan Islam.

  1. Menurut UF golongan Ahlussunnah adalah golongannya (lihat gambar dan video di atas). Padahal sebenarnya golongan ini adalah golongan penganut ajaran Aqidah Tauhid dibagi 3 yang dipelopori oleh Ibnu Taimiyah (wafat 728H), yang kemudian dipolulerkan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab (wafat 1206 H). Kalau kaum Tauhid dibagi 3 jujur, mestinya mereka sebut penganut ajaran Taimiyah atau kalau memang ingin memakai istilah Ahlussunnah, sebut saja penganut ajaran Ahlussunnah Taimiyah atau semacamnya.
  2. Golongan Mu’tazilah, ini golongan yang mengatakan Al Quran adalah makhluk. Golongan ini dikenal mendahulukan akal dari pada wahyu.
  3. Menurut UF golongan Asya’iroh adalah menyimpang. Padahal inilah golongan penganut Ahlusunnah wal Jamaah Asy’ariyah dari zaman ke zaman yang dikenal orang. Mayoritas Umat Islam adalah Ahlusunnah wal Jamaah Asy’ariyah dan Maturidyah. Oleh sebab itu ulamanya sangat banyak. Inilah Ulama yang dari generasi Salafus soleh membawa semua Ilmu Islam dari generasi ke generasi sampai ke zaman kita ini secara bersanad tanpa putus. Disini kita lihat kejujuran menyebut nama Asya’iroh (bentuk kata plural dari Asy’ariyah) sebagai pengakuan dan menunjukkan sanad ilmu Aqidah dari Quran dan Hadits yang diikutinya, yaitu melalui Imam Abul Hasan Al Asy’ari (wafat 324 H). sebagaimana kejujuran Ulama Ahlussunnah wal Jamaah yang mengikuti ijtihad Fikih dari
    – Imam Abu Hanifah, maka mereka sebut bermazhab Hanafi,
    – Imam Malik bin Anas maka mereka sebut bermazhab Maliki,
    – Imam Syafei mereka sebut ikut Mazhab Syafei atau
    – Imam Ahmad bin Hanbal, mereka sebut bermazhab Hambali.
    Ulama Ahlussunnah wal Jamaah yang asli yakin bahwa Imam-Imam yang disebut ini mengikuti Quran dan Hadits. Sehingga kalau kita berkata kami mengikuti para Imam itu, kami mengikuti Quran dan Sunnah. Bahkan suatu keberkatan dan kebanggaan jika kita diakui sebagai murid atau pengikut oleh Imam-Imam itu. Berbeda jauh dari pengikut Tauhid dibagi 3 yang enggan menyebut nama Imamnya, tapi mereka langsung mengakui ikut Quran dan Sunnah, padahal hanyalah mengikuti Quran dan Sunnah yang difahami oleh Ibnu Taimiyah.
    Berikut beberapa Ulama Ahlussunnah wal Jamaah Asy’ariyah yang banyak dikenal, dengan karya tulisnya yang dijadikan rujukan Ulama zaman sekarang:
    – Imam Al Ghazali (penulis Ihya Ulumuddin)
    Imam Ibnu Al Jazari (Ulama yang menulis Matan Al Jazari, ilmu Tajwid secara lengkap). Seluruh Qori di dunia ini dari berbagai Qiroat)
    – Imam Nawawi (penulis Riyadhush sholihin)
    – Imam Ibnu Hajar Al Asqolani (penulis Bulughul Maram)
    – Imam Jalaluddin As Suyuti (bersama Imam Jalaluddin Al Mahalli menulis Tafsir Jalalain)
    – Imam Ibnu Athoilah As-Sakandari (penulis Al Hikam)
    Dan banyak lagi. Kalau UF menganggap dirinya lebih faham tentang Kalam Allah dari pada ulama-ulama ini, tentu kita bertanya, apa jasa UF terhadap umat Islam dibanding dengan mereka semua. Mengapa dalam sejarah tidak ada Ulama yang keyakinannya seperti UF ini yang mempunyai karya besar yang diakui, seperti Ulama Ahlussunnah wal Jamaah Asy’ariyah yang kami sebut di atas?

B. Kekeliruan keyakinan Tauhid dibagi 3 yang mengatakan Kalam Allah adalah berhuruf dan bersuara (lihat video di atas)

Pemahaman Tauhid dibagi 3 yang mengatakan Kalam Allah berhuruf dan bersuara adalah hakikat keyakinan Mujassimah karena mereka selalu memahami Sifat Allah dengan makna zahir, termasuk meyakini Kalam Allah itu bersuara dan berhuruf. Keyakinan Mujassimah seperti ini yang telah menjadi penyebab seorang Ustad bergelar Doktor menjadi tidak tahu bahwa Arsy adalah makhluk Allah.
Dalam Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah Asy’ariyah diyakini bahwa Kalam Allah tidak berhuruf dan tidak bersuara. Kita tahu bahhwa Sifat Kalam Allah bukan makhluk, sedang suara dan huruf itu adalah sifat makhluk. Walaupun mereka katakan suaranya berbeda dengan suara makhluk. Ini sama dengan perkataan mereka:
“Allah punya Tangan, Wajah, dan Mata dengan makna zahir, kemudian mereka katakan Tangan, Wajah dan Mata Allah berbeda dengan mata makhluk.” Ungkapan ini hakikatnya sama dengan pernyataan: “Allah punya Jism tapi jism Allah berbeda dengan jism makhluk“.
Kitab Mushaf Qur’an dan lafaz Quran dengan huruf dan suaranya adalah makhluk. Sedangkan Al Quran yang Kalam Allah adalah Al Quran yang ada pada Dzat Allah. Dzat dan Sifat Allah ini mempunya Sifat Salbiyah yaitu Sifat yang menolak segala kekurangan dan kelemahan. Yaitu:
1. Qidam, (selalu bersedia, tidak ada awal)
2. Baqa, (tidak ada akhir)
Sifat Qidam dan Baqa ini menjelaskan bahwa Dzat dan Sifat Allah tidak terikat dan terpengaruh oleh makhluk ciptaan Allah yang dsebut “waktu”. Jadi “waktu” adalah juga makhluk Allah. Ini yang UF tidak faham, sehingga UF mengatakan Allah statis seperti difahaminya seperti makhluk. Statisnya makhluk adalah diam tak bergerak, tetapi tetap menua dalam melewati waktu itu. Sedang Sifat Baqa dari Allah benar-benar tidak terikat dan terpengaruh. Untuk memudahkan kita faham, misalnya dalam Sifat Mengetahui. Waktu tidak menghalangi Allah untuk memengetahui makhluknya, baik ketika makhluk itu sebelum dan sesudah diciptakan ataupun setelah ditiadakan kembali.
3. Mukhalafatu lil Hawadits (tidak serupa dengan makhluk)
4. Qiyamuhu binafsihi (berdiri sindiri)
Sifat ini menjelaskan bahwa Allah tidak terikat dengan tempat. Tempat adalah makhluk
5. Wahdaniyah (Esa),
Sifat Salbiyah ini menegaskan bahwa Allah bukan Jism (jasad/benda). Yang bersifat Jism adalah makhluk baik yang zahir maupun makhluk yang gaib.

Jadi keyakinan Tauhid dibagi 3 yang mengatakan Kalam Allah itu berhuruf dan bersuara adalah keliru. Karena suara dan huruf mempunyai awal dan ada akhirnya, memerlukan waktu untuk dilaksanakan. Tidak Qidam dan Baqa. Ini adalah Mustahil. Kalam Allah Wajib bersifat Qidam dan Baqa.
Kemudian timbul pertanyaan jadi Al Quran yang mana yang disebut Kalam Allah itu?
Al Quran yang disebut Kalam Allah adalah Al Quran yang Sifat Kalam dari Dzat Allah. Diistilahkan dalam ilmu Aqidah dengan Kalam Nafsi, yang oleh UF diterjemah dengan bahasa jiwa. Kalam Allah tidak memerlukan suara dan huruf (makhluk) untuk dapat memahamkan kepada makhlukNya. Para Nabi dan Rasul memahami Kalam Allah tanpa memerlukan suara dan huruf, sebagaimana yang Allah Kehendaki.
Menurut Ahlussunnah wal Jamaah Asy’ariyah bahwa Al Quran yang berhuruf dan dapat dibaca dan diperdengarkan oleh kita ini adalah Lafaz Quran Ini adalah makhluk sebagaimana Mushaf Al Quran yang dapat kita lihat. Buktinya dapat kita lihat, Qori yang membaca Al Quran adalah makhluk, maka suara yang dikeluarkannya juga makhluk. Demikian juga Mushaf Quran adalah makhluk yang terbuat dari makhluk yaitu kertas atau kulit atau benda lain yang dapat ditulis. Namun walaupun semua ini makhluk kita wajib menghormatinya dan memuliakannya, karena itu adalah Lafaz Quran sebagai ungkapan dari Al Quran Kalam Allah.

Bagaimana menjelaskan Lafaz Al Quran adalah ungkapan Kalam Allah?

Pernahkah anda mendengar jawaban Siti Aisyah ketika ditanya bagaimana akhlak Rasulullah shallallahu alaihi wassalam? Beliau menjawab akhlaq Rasulullah adalah Al Quran.
Ini bukti bawah memang ada ungkapan Kalam Allah itu yang dijadikan makhluk. Untuk akhlak manusia yang sempurna sebagai ungkapan Al Quran Kalam Allah itulah Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Oleh sebab itu kita wajib mencintai dan memuliakan Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan seluruh Ulama pewaris Nabi yang membawa ilmu dan pengamalan Al Quran yang diwarisi dari Nabi. Jadi yang disebut Allah menjaga Al Quran adalah menjaga ilmu dari Kalam Allah yaitu lafaz Al Quran dan pembawa ilmu dan pengamalan Al Quran. Bukan hanya menjamin lafaz Quran saja.

Lafaz Al Quran adalah ungkapan Quran Kalam Allah, tetapi belum menjamin orang yang hafal Lafaz Al Quran itu memahami ilmu dan berakhlak sebagaimana isi Al Quran. Bahkan dalam sejarah kita ketahui bahwa pembunuh Sayidina Ali bin Abi Thalib adalah seorang Khawarij yang penghafal (lafaz) Al Quran. Mereka ini disebut oleh Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, imannya hanya sampai di tenggorokan, maksudnya adalah imannya hanya sampai pada membaca lafaz Al Quran saja, dan tidak sampai masuk ke dalam hatinya. Itu sebabnya walaupun orang Khawarij hafal dan pandai membaca lafaz Al Quran, namun tidak memahami isi Al Quran, yang membuatnya jauh dari akhlak Al Quran.


(bersambung)